Flawed Beauty

Monday 24 April 2017

INSPIRASI REALITA: KISAH MELAWAN JERAWAT (ACNE FIGHTING STORY)

Aku ingin memberi tahu kalian bahwa tipe kulit aku yaitu berminyak dan acne-prone. Aku sudah berjuang melawan jerawat sejak sekitar tingkat awal kuliah sampai sekarang sudah bekerja.
Sebenarnya aku juga kurang mengerti mengapa jerawat tiba-tiba menyerang wajah aku secara bertubi-tubi dan seperti tiada hentinya.

Semasa sekolah SMP, di saat teman-temanku banyak yang berjuang melawan jerawat, aku memiliki wajah yang sangat sempurna tanpa ada jerawat satu pun yang hinggap. No matter what I do with my face, be it tidak cuci muka seharian, atau pakai bedak padat tanpa metode pembersihan yang tepat, wajah aku tak pernah bermasalah. Tapi aku rasa kejadian sekarang ini seperti pelajaran untukku karena terlalu mengabaikan perawatan wajah pada masa kejayaan kondisi kulit anti-problem-ku dulu.
Meskipun begitu, aku tak ingin juga merutuki diri karena kesalahanku, since you can't turn back the time, right?


Saat aku masuk SMA, wajahku masih terbilang mulus. Hanya saja, ketika aku duduk di kelas 11, tanpa kusadari aku terkena penyakit thiroid. Oleh sebab itu, aku pun harus mengonsumsi enam sampai tujuh jenis obat untuk melenyapkan penyakit tersebut. Sebelum aku berobat, aku tak mengalami masalah kulit. Namun, selama pengobatan dan setelahnya aku perhatikan bahwa kulitku mulai dihinggapi jerawat kecil atau yang dianggap orang tuaku sebagai "jerawat beras".


Aku tak begitu menghiraukannya waktu itu, karena jerawat tersebut tak bertahan lama di wajah dan cepat hilang tanpa perlu diobati dengan obat topikal atau oral.
Memasuki masa perkulihan awal, barulah jerawat cystic acne yang merah dan besar dan sangat rewel dan segalanya itu menjalar di wajahku.
Aku benar-benar tidak tahan dan akhirnya, atas rekomendasi kakakku dulu yang juga pernah berjerawat, aku pun mengunjungi dokter kulit yang terbilang sangat terkenal pada eranya dulu, yakni Dokter Susanto di bilangan Otista.
Aku berobat di sana tak cukup lama, hanya sekitar tiga bulan dan jerawat yang parah sudah ludes.

Berikut foto aku pas jerawatan tahun 2013. Worst breakouts.



Dan ini hasil dari Dokter Susanto setelah 3 bulan



Yeaaay! Syantiek kembali! Tapi sayangnya tak bertahan lama. Aku bukan tipe yang betah bolak-balik ke dokter. Apalagi ke Dokter Sus ini harus balik tiap minggu. Sekali balik bisa menghabiskan hampir satu juta; terdiri dari suntikan di tempat, serum Korea, obat oles malam berwarna kuning yang berbau belerang, serta sabun cuci muka batang. Karena ke dokter Sus membuat kantong orang tuaku kempis, aku pun berhenti. Hanya sekitar satu setengah bulan wajahku bertahan bebas dari jerawat, dan eng ing eng. 

Setelahnya, wajahku kembali berjerawat.

Lepas dari sana, aku kembali mencari dokter kulit yang lebih terjangkau. Aku pun pergi ke RS Harapan Bunda di jalan raya bogor. Di sana aku diberi banyak obat topikal. Ada tujuh macam! Rasanya tak tahan karena aku tak memiliki waktu sebanyak itu untuk memakai semua krim tersebut. Apalagi, dulu aku masih mahasiswi tingkat awal dan jadwalku kebanyakan masuk pagi. Aku harus berangkat sebelum matahari terbit dari daerah cipayung ke depok.

Karena alasan itu akhirnya aku pun berhenti berobat ke dokter yang aku lupa namanya itu. Hampir mulai lelah mencari dokter yang cocok secara anggaran dan rasa nyaman, aku, ditemani mamaku, melanjutkan pencarian dokter kulit yang kurasa "srek" di hati. Atas dasar asumsi bahwa semua keluarga besarku ketika sakit selalu ke RS Carolus dan puji Tuhan juga selalu sembuh, aku pun memutuskan ke dokter kulit di rs itu.

Ada tiga pilihan dokter kulit di RS Carolus. Pengobatan pertama aku memiliki Dokter Basuki. Sekitar empat bulan lebih aku di sana, jerawatku sembuh. Aku pun berhenti karena merasa sudah baik.

Inilah sifat keras kepalaku.

Akan tetapi, sekitar dua bulanan, jerawat pun mulai kembali.

Aku tahu. Aku sangat keras kepala. Itu karena aku masih belum menerima kondisiku, jadi setelah membaik aku langsung berhenti berobat. Karena keuangan papaku tidak cukup baik waktu itu, akhirnya setelah dari Dokter Bas, aku tak kembali ke dokter. Di situ aku mulai belajar untuk menerima keadaan kulitku yang berjerawat.

Sekitar setahun kemudian barulah aku kembali berobat ke dokter kulit. Aku masih tetap ke Carolus, hanya saja ke dokter yang berbeda. Aku merasa kurang cocok dengan Dokter Bas. That's all. Setelah pertimbangan dan research beberapa hari, aku pun memutuskan untuk ke Dokter FX Sutardi. Dokternya lucu, ramah, lugas, tapi kita kurang bisa banyak tanya dengannya karena dia tipe yang tak bertele-tele memberi penjelasan. Well, that's not a con for me. I won't complain. :D

Aku berobat ke Dokter Sut selama sekitar tujuh bulan. Bersama dia, aku merasa pengobatan jerawat yang benar-benar tidak se-instan Dokter Susanto. Dan senangnya, aku tak perlu balik tiap seminggu atau tiap dua minggu sekali! Aku kembali setiap satu bulan! So yeay! No more hassle!

Dengan Dokter Sut ini aku sungguh merasakan pengobatan yang perlahan tapi pasti. Sampai akhir pengobatan pun masih ada satu atau dua jerawat tumbuh. Aku tak masalah, karena tujuanku bukan memiliki kulit yang poreless, licin dan putih. Tujuanku tak muluk-muluk hanya satu: less breakouts.

Jadi, bisa hitung sudah ke berapa dokter kulit sejauh ini yang kukunjungi, 'kan? Sudah empat, to be precise! Dan dengan Dokter Sut ini aku paling merasa nyaman.

Meski nyaman, aku tetap tak suka harus bolak-balik dokter seumur hidup. Lagi-lagi sifat kepala batuku muncul ke permukaan, padahal dokter sudah bilang kalau ingin berhenti, aku harus lapor beliau dulu.

Akhirnya, aku pun berhenti tanpa melapor.

Dan lebih batunya lagi, aku tak menyiapkan diri dengan perawatan yang tepat sebagai alat perang pascalepas dari krim dokter. Dengan hanya mengandalkan pelembap royal jelly dari CN* yang dibeli papaku, aku menjalani hari demi hari. Pada tahun 2015, waktu itu aku belum melek akan pentingnya membersihkan kulit. Aku lebih fokus belajar cara makeup dari youtube.

In the end, jerawat pun kembali hinggap setelah dua bulan kulitku mulus. Well, aku merasa itu bukan sekadar karena krim dokter yang tiba-tiba kuhentikan, sih. Ada faktor stres juga pada saat itu, maka mengamuklah wajahku walaupun tak separah tahun 2013. 

Ini beberapa foto selama breakout pertengahan Oktober sampai akhir 2015.




Meski berhenti dari Dokter Sut dan jerawat kembali muncul, tapi bagiku jerawat-jerawat tersebut, meski terbilang cukup banyak, namun dapat aku kendalikan dengan obat topikal dari apotik. Untuk mengobati jerawat itu aku menggunakan benzolac 5% dan vitacid mulai dari kadar terendah sampai tertinggi dan tea tree oil TBS. Hanya dengan ketiga obat itu jerawat aku pun jinak seiring berjalannya waktu. Benar-benar hilang dan bekasnya juga sudah memudar.

Ini foto awal Juni 2016:



Di sini aku tidak memakai apa pun kecuali pelembap, highlighter, alis dan lipstik.
No concealer or foundie or bb cream. Basically without any base.


Tapi masa kejayaanku bertahan sekitar lima bulan saja.

Setelah itu aku kembali breakout cukup banyak seperti sebelumnya pada bulan Oktober lagi! Entahlah ada apa dengan bulan ini! Aku selalu mengalami breakout lebih dari dua atau tiga jerawat selama periode akhir tahun. Yang menyedihkannya, itu tahun aku akan wisuda. Karena efek benzolac dan vitacid kulitku jadi cukup kering dan aku pun memutuskan untuk membeli pelembap baru yang tak ada spf-nya agar tidak menimbulkan flashback serta yang lebih melembapkan, tentunya! Aku merasa pelembap royal jelly CN* dari papaku sudah tak lagi bekerja dengan baik dan mengandung spf yang tak kuperlukan untuk acara foto-foto wisuda. Setelah mencari informasi dan lihat-lihat situs benscrub.com, pilihan yang sesuai dengan danaku saat itu adalah Sukin Nutrient Rich Facial Moisturiser. Mohon maaf aku belum foto produknya, jadi aku ambil dari google yaaaa...
https://www.priceline.com.au/sukin-super-greens-nutrient-rich-facial-moisturiser-125-ml


Aku membeli itu hanya untuk coba-coba dan tak berharap lebih selain melembapkan agar base makeup wisudaku halus dan tak ada foundation yang menempel pada area kering.

And I'm glad it did the job wonderfully!

Tapi aku memakai pelembap itu tak terlalu lama. Aku merasa saat memakainya wajahku jadi agak lebih berminyak dan membuat jerawatku bertambah, I guess?

Ini foto tanggal 14 Oktober 2016 sebelum aku wisuda dan sudah pakai pelembap sukin.



Ini foto tanggal 18 Oktober 2016.



Biar saat itu berjerawat, untungnya semua imperfections bisa cukup tertutupi dengan Estee Lauder Double Wear. Alasan utama aku melembapkan wajah karena ELDW terkenal menempel pada area kering di wajah jika kita tidak moisturise really well.

Akhirnya kesampaian bisa makeup sendiri untuk wisuda. Yeay!



As much as I love how moisturising Sukin Nurtient Rich Facial Moisturiser was, aku tak bisa lagi bertahan dengan jerawat yang semakin meradang. Aku juga masih ragu dan minim pengetahuan untuk memberanikan diri dan melawannya dengan skincare OTC/dijual bebas. Oleh sebab itu, aku kembali ke Dokter Sutardi di Carolus pada akhir November 2016. Sampai akhir Maret aku memakai perawatan krimnya lalu aku berhenti.

Aku memutuskan untuk melawan jerawat ini seperti tahun 2015 kemarin, tanpa obat dokter.

Terima kasih sudah membaca sejauh ini. Sampai sekarang aku masih berjuang melawan jerawat. Jadi, kalian yang saat ini mengalami hal yang sama denganku tak perlu berkecil hati. Lots of your fellows out there experiencing the same thing tho!

God bless you all!

0 comments:

Post a Comment